Alumni Madrasah Ramadhan dan Metafora Baju Lebaran


Melalui Al-Qur’an Allah SWT menginformasikan bahwa kewajiban Puasa di Bulan Ramadhan bagi orang-orang beriman adalah dalam rangka menuju pada pencapaian takwa. La’allakum tattaquun. (QS. 2: 183). Ini pasti mengandung perkara besar dalam kehidupan. Puasa wajib yang dilaksanakan di bulan yang penuh dengan kemuliaan, ditujukan untuk meraih takwa. Di sini kita tidak saja menggarisbawahi variabel takwa sebagai parameter kemuliaan, melainkan juga menangkap makna-makna berharga lainnya. Mari kita coba berpikir lebih serius tentang takwa ini.

Dalam satu tahun, minimal 48 kali kita diingatkan tentang takwa ini oleh Khatib Jumat di awal setiap khutbahnya. Memang, mengajak kepada takwa merupakan salah satu rukun Khutbah Jumat. Seperti diketahui, Khutbah menjadi tidak sah ketika Khatib tidak melaksanakan rukun yang ada, dimana salah satu diantaranya adalah mengajak para jamaah kepada takwa.

Di luar itu, jika kita bisa mengkhatamkan Al-Qur’an sekali sebulan misalnya, maka paling tidak kita diingatkan pada takwa ini sebanyak 258 kali setiap bulannya, mengingat kata takwa dalam berbagai variasinya diulang sebanyak 258 kali dalam Kitab Suci yang tak ada keraguan di dalamnya itu. Dalam satu tahun, dengan asumsi kita rutin membaca Al-Qur’an dan mengkhatamkannya sekali sebulan, dan juga tidak pernah meninggalkan shalat Jumat, maka minimal kita diingatkan pada takwa ini sebanyak 3144 kali. Sungguh, penyebutan berulang yang istimewa.

Jika kata takwa tidak memiliki nilai dan implikasi yang besar dalam kehidupan ini, maka tidak mungkin kata tersebut akan diulang sebanyak itu, atau tidak mungkin ajakan menuju pada takwa ini akan menjadi bagian dari rukun Khutbah Jumat. Pastilah ada bobot kemaslahatan hidup yang luar biasa besar nilainya dalam takwa ini. Sampai-sampai Puasa Ramadhan yang begitu istimewa itu tidak ditujukan untuk yang lain selain kepada takwa ini pula.

Nah, saya pribadi sampai pada kesimpulan yang sangat meyakinkan, bahwa takwa adalah kebutuhan pokok dalam kehidupan ini; takwa adalah kebutuhan primer yang paling utama. Mari kita telusuri hujjahnya. Dalam Al-Qur’an Surat Ath-Thalaaq ayat 3 misalnya, Allah menegaskan bahwa bagi orang-orang yang bertakwa, Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Wayarzuqhu min haitsu laa yahtasib. Pertanyaan saya, siapa yang berani mengatakan bahwa dalam hidup ini tidak butuh rezeki?

Masih dalam surat yang sama (Ath-Thalaaq) ayat 2, Allah juga menginformasikan bahwa orang yang bertakwa oleh Allah akan diberikan jalan keluar dari segala persoalan hidup yang dihadapi. Pertanyaan saya lagi, siapa yang dalam hidup ini tidak memiliki masalah, dan siapa yang tidak butuh jalan keluar dari setiap masalah itu? Tidak seorangpun bukan? Jika dalam hidup ini ada orang yang berani mengatakan tidak butuh rezeki, atau tidak butuh jalan keluar dari suatu masalah, boleh jadi dialah orang yang sedang bermasalah, minimal dengan kesehatan jiwanya.

Dengan dua keterangan argumentatif di atas, maka saya harus kembali menegaskan lagi bahwa takwa memang adalah kebutuhan pokok dalam hidup ini. Pertanyaan kritisnya adalah, apa kaitan takwa dengan metafora baju lebaran yang saya angkat dalam catatan kecil saya saat ini? Jawabannya, silahkan klik atau baca di artikel ini: Metafora Baju Lebaran.

0 Response to "Alumni Madrasah Ramadhan dan Metafora Baju Lebaran"

Post a Comment